Monday, July 31, 2006

Sekuel (sebelumnya!)
Ternyata bulan mulai temaram, dan matahari tak menyilaukan, aku tahu... itu saatku utk melihatmu dari kejauhan! ilalang hanya sebuah umpama dan hikayat kata dan aku hanya sebuah it...aku hanya suara yg pernah menyinggahi kupingmu, aku hanya sebuah rasa yg pernah menyapa ruh mu. aku hanya seseorang tanpa wujud yang pernah memohon pada sang Maha utk menemui raga mu. aku hanya sebuah nama tanpa kecantikan spt yg org lain dapatkan. kau hanya akan dpt sesuatu yg tak seberapa. kau hanya akan dpt sebuah cita2ku saja .. bahwa aku ingin menjadi seseorg yg bisa kau percaya.
Kini aku sudah tak mampu berdiam diri lagi, aku sudah lelah menunggu Pandora itu terbuka, aku lelah menerima persinggahanmu yang selaksa. Aku lelah ! tolong pahami, aku hanya sebuah raga bertulang dan sebuah hati, bukan batu cadas yang kau hendaki. Aku hanya sebuah lilin, yang perlahan tapi pasti menemui lelehan panasnya, dari tegak lalu menjadi air. Yah aku mencair, oleh sebuah nyala kecil dan perlahan aku mulai terbakar dan memuai. Udara tak menjadikan ku tetap padat, udara mengamini ku untuk meleleh. Dan kau yang pernah menjadi tempat ku berdiri (pernah ku coba) ternyata hilang tanpa ku tahu saatnya. Kau kadang ada tp aku tak tahu dimana. Hati ku lelah menerka, hatiku tak tentu menatap dunia ku dan dunia mu. Silau-mu tak jadikan ku kehilangan penglihatanku. Kini aku di hinggapi sebuah asa baru, kau membuatku hilang dan memudar, kau membiarkan ku hilang di telan angin, kau membiarkan ku ….
Yah aku sadar kau membiarkanku !
Ada sebuah suara yang kerap mengakrabiku, ada banyak guratan tangan yang menyentuhku dalam kesunyian hari. Dan kau ?! hanyalah kau, kembali diam dan tak menyapa. Kini langkah akan ku mulai. Aku berjalan di tengah persimpangan, dan aku kan memilih. Harus… aku tak mungkin diam seperti ini, miris kalau kisah akan berakhir. Tapi hidup ada tujuan, tak mungkin aku mengharap belaka, hidup ku ada kepastian. Yah…irama kepastianmu selalu bersembunyi dalam riuh rendah kepergianku. Jangan salahkan aku bila hati ini mencari labuhan, jangan salahkan kapal mulai mencari biduk bertuan, dan jangan salahkan bila pujangga tak bisa berkata-kata, kita hanyalah kita. Kau dan aku manusia, kau dan aku punya asa .. dan kau dan aku tinggal suara. Kini kau dan aku tak bersenyawa, aku hilang di makan hari, aku senyap di makan riuh rendah sebuah omongan malam dulu, aku tak pelak akan sebuah anggukan, aku hilang … mungkin kesedihan tak akan mengakar, karena kita hanyalah sebuah tali tak nyata dalam hidup ini. Nampak atau tak nampak, kau dan aku kan tetap pergi dan menghilang, senyawa itu mulai melebur bersama realita dan sebuah …. Harapan!
Disana ada sebuah biduk, dia mencari aku. Ingin menemukan ku untuk menyambung napasnya yang tersengal-sengal menatap dunia dan hidup pikuknya. Dia mengharapku untuk bersama mengisi semua yang memang belum terisi. Dia memintaku mengisi hidupnya dan meminta ku untuk membuka sebuah pintu dalam hidupku. Dan kini, dia mulai mengetuk dan meminta ku mulai membuka, karena didalam rumahku ada hidupnya.
Kini… aku mulai berpikir untuk membuka, karena kau yang dulu bagian hidupku, ntah ada dimana. Maaf, aku butuh kelengkapan hidup, aku tak tahu apakah dia akan seperti riuh rendah sosokmu? Aku tak tahu. Biarkan aku mulai melangkah meninggalkan mu dengan semua keberanianku menatap hidup. Bismillah….Ya Rabb, izinkan aku meminta Mu memilihkan akhir pencaharianku. Aku ingin berhenti dan memulai hidup ini dengan nyata dan apa adanya. Terizinku kelangitmu, terpaan mu akan semua keindahan dan kesedihan yang bermakna, limpahkan ku dengan semua keinginan Mu … terserahmu ya Rabb ku.

No comments: